Sunday 22 June 2014

Curahan Hati Akhwat Pendaki

moment-moment indah pendakian terakhir di masa single
Anaa adalah salah satu wanita yang bisa dibilang amat sangat gemar mendaki, mendaki apa? yaa mendaki gunung tentunya. Walau belum banyak gunung yang anaa jelajahi, tapi ana bisa meyakinkan antunna semua bahwa di setiap puncak gunung, gunung mana pun itu antunna akan melihat keindahan yang luar biasa, Maa Syaa Allah. Kebersamaan dengan kawan-kawan, perjalanan atau track pendakian yang mirip lika liku kehidupan penuh lelah, penuh penat, letih, lesu, merasakan dingin yang amat dingin sekali, kemudian menembus kabut tebal dalam perjalanan itu dapat antunna temui dalam pendakian.

Ana pun sebelumnya sama dengan antunna yang belum pernah mendaki, bahwa mencapai puncak dan berada di pucuk (ujung) gunung itu adalah sesuatu yang mustahil ana lakukan, terlebih ana pernah mendapat vonis dari dokter bahwa sakit yang ana derita itu haram hukumnya untuk berletih-letih, untuk berada di dalam udara dingin yang tidak biasa, membawa benda dengan beban berat dan semacamnya. (Tetapi itu vonis beberapa tahun silam) yang mungkin saat ini sudah tidak berlaku, karena ana mengandalkan do'a dan ke-Maha Kuasaan Allaah dalam menetapkan hidup dan matinya seseorang. Alhamdulillah, sepertinya penyakit menyeramkan itu sudah tidak kunjung datang. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu....

Mendaki Gunung itu?? Maa Syaa Allah....

  1. baru pesan tiket saja hati sudah merasa senang karena esok ana akan safar, menuju tempat yang indah untuk melihat keindahan Sang Pencipta
  2. bertemu teman-teman dalam kendaraan saja, kebersamaan dan kebahagiaan itu sudah tercipta
  3. baru masuk gerbang pendakian saja hati sudah merasa bergetar melihat puncak gunung dari kejauhan karena beberapa jam lagi ana akan berada di atas sana.
  4. belum sampai puncak, dalam track pendakian saja kita sudah disuguhkan oleh pemandangan indah di sekitar perjalanan, tebing-tebing, hutan, kabut, bebatuan gunung, tanaman langka, edelweiss, sahut-sahutan binatang gunung dan lain-lainnya.
  5. sebelum muncak saja, biasanya para pendaki ng-camp dulu dan itu Maa Syaa Allah, habis tracking ana sangat lapar dan ngantuk ditambah di ajak nyasar jauh dari tim pendakian. Kebersamaan itu akan lebih terasa ketika ana bantu-bantu kawan ana masak untuk pendaki lainnya, kemudian kita makan bersama-sama. Suatu hal yang sulit ana lupakan sampai sekarang.
  6. Hmm... dengan balutan sleeping bag ana tidur di dalam tenda, melawan rasa dingin yang menusuk, hal itu tidak ana temui di rumah, di kostan atau tmpat lainnya kecuali gnung. Cuma di Gunung looh :D (atau di luar negeri yang ada saljunya).
  7. Antunna mesti belum pernah membayangkan bagaimana sensasinya sholat, bermunajat kepada Allah di alam bebas nan luas, nan indah, nan segala-galanya. Berwudlu dg cairan ESS... hmm
  8. setelah berlelah-lelah, berletih-letih, berlesu-lesu dan berjam-jam ana berjalan dengan (berjalan 5 menit, irtirahatnya 10 menit) :v FINALLY ana bisa sampai puncak. Maa Syaa Allah... terdiam, terkejut dan takjub memuji Allah, melihat keindahan, Kemaha Kuasaan Allah





Indaah... Semua memang indah Akhwat fillah, hingga keindahan itu menyilaukan Anaa dari hukum-hukum Allah. Sulit, memang sulit bagi siapa pun yang memiliki kegemaran lalu ia dituntut untuk berhenti menekuninya sekali pun alasan yang diberikan adalah alasan yang syar'i. Ditambah lagi begitu banyak "racun" istilahnya yaitu foto-foto teman pendakian yang setiap harinya meramaikan beranda fesbuk ana, brosur-brosur pendakian bersama bertebaran di mana-mana, serta bisikan-bisikan mematikan yang menembus pendengaran ana hingga sulit bagi ana menolak tawaran kawan-kawan untuk ikut pendakian. "Karena ana sangat menggemarinya....." T_T

Tetapi kini ana sadar, bahwa ana ini adalah seorang wanita, wanita muslimah terlebih yang telah sedikit-sedikit mempelajari 'Ilm agama, mengenal apa yang Allah larang dan Allah perintahkan. Begitu banyak hadits yang menerangkan bahwa seorang wanita itu tidak boleh safar tanpa disertai mahromnya. Salah satunya adalah:

Dari Abu Hurairah Radiallahuanhu, di berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wasallam bersabda:
"Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dia mengadakan perjalanan sehari semalam tanpa disertai mahram bersamanya." [HR. Al-Bukhari No. 1088 dan Muslim No. 2355]

Bismillah... Dengan menyebut nama Allah. Sami'na wa ato'na [kami dengar dan kami ta'at]
Ya Allah sesungguhnya aku meninggalkan ini karena-Mu. 

Tetapi ana berharap semoga hobby ini tidak berakhir, semoga Allah menurunkan salah seorang hamba-Nya yang bertaqwa yang Shalih, gagah dan pendaki juga, sehingga ketika ana atau dia ingin mendaki, kita bisa mendaki bersama dengan penuh keromantisan, keharmonisan dan berada dalam keridho'an Allah Subhanahu wata'ala.  \=D/

Aamiin Allahumma Aamiin....

Tetapi jika Allah mengehendaki ana menikah dengan orang yang bukan pendaki atau tidak suka mendaki, mudah-mudahan Allah membukakan pintu hatinya agar ia mau ana ajak mendaki. :D :D :D 
Wallahu Ta'ala A'lam bishshowab...

Oleh: Rika Hanifa


Tujuan Pernikahan serta Tata Cara Perkawinan dalam Islam

Bismillah...

TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM


1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :

Artinya : "Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim". (Al-Baqarah : 229).

Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :

Artinya : "Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui." (Al-Baqarah : 230).

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa’ah
b. Shalihah

a. Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja. Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).

Artinya : "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al-Hujuraat : 13).

Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Artinya : "Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka.” (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).

b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :

Artinya : "Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34).

Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :

“Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya”.

Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!" Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).

5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :

"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (An-Nahl : 72).

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar. Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam. 

TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :

1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).

2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.

Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).

Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
"Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa”. (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa’id Al-Khudri).



SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN


1. Pacaran
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “Berpacaran” terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya. Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya." (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.

2. Tukar Cincin
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)

3. Menuntut Mahar Yang Tinggi
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi. Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat Irwa’ul Ghalil 6, hal. 347-348).

4. Mengikuti Upacara Adat
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan. Sungguh sangat ironis. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin". (Al-Maaidah : 50).

Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
"Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali-Imran : 85).

5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa’ Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa’ Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.

Dari Al-Hasan, bahwa ‘Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa’ Wal Banin. ‘Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata :
“Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam melarang ucapan demikian”. Para tamu bertanya : "Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid?".

‘Aqil menjelaskan :
“Ucapkanlah: Barakallahu lakum wa Baraka ‘Alaiykum” (Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).

Do’a yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :
“Baarakallahu laka wa baarakaa ‘alaiyka wa jama’a baiynakumaa fii khoir”

Do’a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do’a : (Baarakallahu laka wabaraka ‘alaiyka wa jama’a baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).

6. Adanya Ikhtilath
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.

7. Pelanggaran Lain
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.

KHATIMAH

Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Ar-Ruum : 21).

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan. Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.

Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ali-Imran : 19).

"Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqaan : 74)

Amiin.
Wallahu a’alam bish shawab.
* dinukil dari buku “Konsep Perkawinan Dalam Islam” karya Ustadz al-Fadhil Yazid Jawwas

Bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Mendidik Generasi Idaman

Catatan ini dikutip dari Buku "Bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Mendidik Generasi Idaman" karya Dr. Fadhl Ilahi

1. Memilih waktu yang tepat
Tercatat di dalam sirah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa Beliau tidak membatasi pengajaran pada waktu tertentu saja, tetapi beliau mengajar dan memberi pengarahan kapan pun hal itu diperlukan. Buktinya, di samping mengajar pada siang hari, beliau juga melakukannya pada malam hari.

2. Memilih tempat yang tepat
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang mulia tidak membatasi penyampaian ilmu di tempat tertentu saja. Beliau mengajari para Sahabatnya dimanapun selama ada kesempatan yang mendukung. Di samping mengajar di masjid, beliau juga melakukannya di rumah, di Mina, di perjalanan, bahkan di pemakaman sekalipun.

3. Menyentuh semua lapisan masyarakat
Salah satu metode pengajaran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang diabadikan dalam sirah perjalanan hidupnya adalah tidak membatasi penyebaran ilmu pada anggota masyarakat tertentu saja. Sebaliknya, beliau mencurahkan jerih payahnya yang penuh dengan keberkahan itu untuk memberikan pengajaran kepada berbagai elemen atau ke semua masyarakat.

4. Memanfaatkan kesempatan dan momentum
Beliau selalu mempergunakan beberapa kesempatan dan momentum untuk mengajar para Sahabat dan memberikan pemahaman kepada mereka mengenai urusan-urusan agama.

5. Menyambut baik setiap orang yang hendak belajar
Dalam Sirah Nabi yang mulia Shallallahu 'Alaihi wa Sallam disebutkan beliau dengan tujuan menuntut ilmu.

6. Mendekati orang yang diajak bicara
Tidak dapat dipungkiri bahwa kedekatan jarak dan posisi antara guru dan murid berpengaruh terhadap pemahaman dan penguasaan terhadap pelajaran yang disampaikan. Rasul kita yang mulia Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memperhatikan hal itu, bahkan disebutkan bahwa beliau menganjurkan para Sahabatnya agar mendekat ketika beliau sedang khutbah.

7. Menghadap ke arah lawan bicara
Di antara faktor yang mempengaruhi efektifitas kegiatan belajar mengajar adalah guru menghadap ke arah siswa, begitu pula sebaliknya. Merekam jejak sirah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menunjukkan bahwa beliau selalu menghadap ke arah lawan bicaranya sewaktu memberikan pengajaran, pengarahan, dan nasihat; dan begitu pula sebaliknya.

8. Menenangkan orang yang hadir sebelum berbicara
Menenagkan peserta didik merupakan tahap awal dari proses belajar mengajar. Bagaimana pembelajaran bisa sempurna jika murid-murid tidak mau diam untuk menyimak penjelasan guru mereka?
Imam Al-Bukhari membuat sebuah bab dalam kitab Shahih-nya yaitu yang berjudul : "Diam untuk para ulama". Al Hafizh Ibnu Hajar menerangkan: "Maksudnya, diam dan menyimak apa yang merka katakan."

Imam Ibnu Baththal berkata: "Sesungguhnya diam untuk menyimak para ulama adalah kewajiban para pelajar."

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sangat perhatian untuk membuat pendengarnya diam.

9. Menyapa dengan nama asli, nama panggilan, atau julukan
Ada kalanya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memanggil/menyapa lawan bicara beliau dengan nama asli, nama panggilan (kun-yah), atau julukan (laqab) orang itu. Panggilan seperti itu ternyata cukup efektif untuk menyampaikan suatu pelajaran kepada murid. Ia dirasa mampu mengikat hati sehingga murid dapat menerima semua pelajaran yang disampaikan.Tidak hanya itu, panggilan seperti ini juga bisa melahirkan kebahagiaan tersendiri bagi murid. Karena, sapaan orang yang lebih tua kepada yang lebih muda akan melahirkan kebahagiaan dan kegembiraan bagi yang disapa.

10. Menyentuh secara fisik
Di dalam beberapa riwayat shahih disebutkan bahwa Nabi yang mulia Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah menyentuh anggota tubuh murid-muridnya ketika proses belajar mengajar. Tidak bisa dipungkiri bahwa sentuhan fisik seperti ini akan melahirkan kedekatan dan efek positif, sekaligus menumbuhkan perhatian pada murid.
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengapit telapak tangan Ibnu Mas'ud dengan kedua telapak tangan beliau

Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menggenggam tangan Abi Hurairah Radiallahu Anhum sebelum menyampaikan lima wasiat kepadanya

Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menyentuh bahu Inu 'Umar Radiallahu Anhum sebelum menasihatinya.

Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengusap kepala Abu Mhdzurah Radiallahu anhum sebelum mengajarinya lafazh adzan.

Perlu diingat bahwa seorang guru tidak boleh menyentuh anggota tubuh muridnya ketika dijumpai adanya syubhat atau jika hal itu dapat menimbulkan kesalahpahaman, karena kita diperintahkan untuk menjauihi hal-hal tersebut.


Demikian
Semoga bermanfaat, untuk kita sebagai orang tua, guru dan lainnya yang berperan sebagai pendidik.

Mengapa Sebagian Orang Enggan Mengikuti Kebenaran?

Mencari & Mengikuti Kebenaran

1. Karena Kurangnya Ilmu dan Lemahnya Pemahaman Tentang Kebenaran

Kita telah mengetahui, bahwa seorang Muslim wajib untuk menuntut ilmu, karena ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan adalah kegelapan. Dengan ilmu ia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Banyak dari hal-hal yang benar akan dianggap salah dan yang salah akan dianggap benar oleh seseorang, disebabkan karena kurangnya ilmu tentang agama.

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:
"Ada dua jenis tentara dari kebathilan yang selalu masuk ke dalam hati manusia, yaitu para tentara syahwat yang durjana dan para tentara syubhat yang bathil. Siapa saja yang hatinya condong dan tenteram kepada syubhat, maka ia menyerapnya sehingga hatinya penuh berisikan syubhat. Konsekuensi yang keluar dari lisannya dan begitu pula yang diamalkan oleh anggota tubuhnya (selalu) berupa keraguan, syubhat-syubhat dan tendensi-tendensi hawa nafsu. Adapun orang yang jahil (bodoh) menyangka bahwa orang tersebut memiliki ilmu yang sangat luas! Padahal kosong dari ilmu dan keyakinan."

Syubhat itu apabila di dalamnya terdapat kesamaran antara yang haq dengan yang bathil. Karena sesungguhnya syubhat tersebut memakai pakaian yang haq dan menutupi badan yang bathil dan kebanyakan manusia adalah orang-orang yang baik dari segi zahir, sehingga orang yang melihat pakaian yang ia pakai, meyakininya sebagai kebenaran.

Orang yang memiliki 'Ilm dan keyakinan tidak akan tertipu, pandangannya dapat menembus ke dalam, sehingga ia dapat mengetahui apa yang ada di balik pakaiannya.

2. Karena Hatinya Kotor Diakibatkan oleh Maksiat yang Dia Perbuat

Ketika seseorang banyak berbuat dosa dan jauh dari aturan-aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka hatinya akan menjadi kotor. Setiap melakukan kemaksiatan, hatinya ternoda dengan noda hitam. Apabila berbuat dosa lagi, bertambah lagi noda hitamnya sampai hatinya hitam pekat, hingga ia tidak mengenal lagi mana yang baik dan tidak baik.

Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta'ala mengatakan:
"Bisa jadi pengetahuan dia tentang ilmu tersebut sempurna, tetapi tidak cukup hanya pengetahuan saja untuk bisa mengikuti kebenaran. Ada syarat lain, yaitu harus bersih atau dia telah siap untuk menerima kebenaran, siap dibersihkan, maka kebenaran yang datang akan sulit diterima, apalagi untuk diikuti. Apabila tempatnya itu tidak bersih dan juga tidak siap untuk dibersihkan, maka seumpama tanah gersang, meskipun turun hujan tetapi tidak menumbuhkan tanaman-tanaman disebabkan tanah itu tidak pantas untuk tumbuhnya tanaman-tanaman tadi. Apabila seseorang memiliki hati yang keras seperti batu, ia tidak bisa menerima pembersihan hati. Nasehat-nasehat pun tidak berdampak kepadanya. Maka tidaklah bermanfaat ilmu yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sebagai mana tanah yang tandus meskipun turun hujan setiap hari tetapi tidak bisa menumbuhkan tanam-tanaman."

3. Karena Memiliki Sikap Sombong dan Dengki

Sombong dan dengki akan menghalangi manusia untuk mengikuti kebenaran. Inilah yang menjadi penghalang Iblis untuk tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Iblis sombong karena menganggap  dan merasa bahwa dirinya lebih mulia, karena ia diciptakan dari api, sedangkan Adam Alaihissalam diciptakan dari tanah. Iblis merasa tidak pantas untuk menghormati Adam dan ini adalah bentuk kesombongan, sehingga ia tidak bisa mengikuti kebenaran.

Hati kita harus dibersihkan dari sifat sombong. Diantara hal yang menyebabkan manusia menjadi sombong adalah karena ia merasa mempunyai ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia, merasa lebih dari yang lain, sehingga merasa lebih tinggi dari yang lain dan merendahkan selain dirinya. Sebab-sebab sombong yang lainnya adalah; seseorang merasa dirinya memiliki banyak harta dan uang, seseorang merasa dirinya berasal dari keturunan ningrat, seseorang merasa sombong karena ketampanan dan kecantikannya.

Diantara manusia ada yang tidak mengikuti kebenaran karena dengki. Orang-orang Yahudi mengetahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alahi wa Sallam adalah Nabi terakhir. Hal ini tertulis dalam kitab Taurat mereka. Mereka mengenal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alahi wa Sallam seperti anak-anak mereka sendiri. Walaupun begitu mereka tidak mau mengikutinya padahal mereka mengetahui bahwa itu adalah haq (kebenaran). Hal itu terjadi disebabkan karena rasa hasad, dengki karena Nabi yang diutus berasal dari kalangan Bangsa Arab bukan dari kalangan Bani Israil atau Yahudi, akhirnya mereka menolak kebenaran.

Walahuta'ala A'lam Bishawab