Monday 29 July 2013

SABAR ITU INDAH



Dikutip dari sebuah buku "La' Tahzan" karya fenomenal oleh Al-Qarni
 
Bersabar diri merupakan ciri orang-orang yang menghadapi berbagai kesulitan dengan lapang dada, kemauan yang keras, serta ketabahan yang besar. Karena itu jika tidak bersabar, maka apa yang bisa kita lakukan?

Apakah Anda memiliki solusi lain selain bersabar?  Dan apakah anda mengetahui senjata lain yang dapat kita gunakan selain bersabar?

Konon, seorang pembesar negeri ini memiliki ‘ladang gembalaan’ dan ‘lapangan’  yang selalu ditimpa musibah; setiap kali selesai dari satu kesulitan, kesulitan yang lain selalu datang mengunjunginya. Meski demikian, ternyata ia tetap berlindung di balik perisai kesabaran dan mengenakan tameng keyakinan kepada Allah.

Demikian itulah orang-orang mulia dan terhormat bertarung melawan setiap kesulitan dan mejatuhkan semua bencana itu terkapar di atas tanah.

Syahdan, ketika menjenguk Abu Bakar yang sedang terbaring sakit, para sahabat berkata padanya, “Bolehkan kami panggilkan seorang tabib untuk mengobatimu?”

“seorang tabib telah memeriksaku!,” Jawab Abu Bakar.

Para sahabat pun bertanya, “Lalu apa yang ia katakana?”

Ia berkata, “Sesungguhnya aku boleh melakukan apa saja yang aku mau.”

Bersabarlah karena Allah! Dan senaiknya Anda bersabar sebagaimana kesabaran orang yang yakin akan datangnya kemudahan, mengetahui tempat kembali yang baik, mengharap pahala, dan senang mengingkari kejahatan. Seberapa pun besar permasalahn yang Anda hadapi, tetaplah bersabar. Karena kemenangan itu sesungguhnya akan datang bersama dengan kesabaran. Jalan keluar datang bersama kesulitan. Dan, dalam setiap kesulitan itu ada kemudahan.

Saya pernah membaca biografi sejumlah orang terkenal, dan saya tertegun dengan besarnya kesabaran dan agungnya ketabahan mereka. Deraan musibah itu mereka anggap sebagai tetesan air dingin yang memercik di kepala mereka. Mereka tak terkoyahkan laksana gunung, dan menancap jauh ke dalam kebenaran. Dalam waktu singkat mereka dapat melupakan semua kesedihan itu dan wajah mereka kembali berbinar menyorotkan cahaya kemenangan. Bahkan, ada satu di antara mereka yang tidak hanya cukup bersabar, namun menghadang semua bencana itu dan berteriak lantang di hadapan musibah-musibah itu sambil menyatakan tantangannya.

JANGAN BERSEDIH



Dikutip dari sebuah buku "La' Tahzan" karya fenomenal oleh Al-Qarni


Jangan bersedih, karena qadha’ telah ditetapkan, takdir pasti terjadi, pena-pena telah mengering, lembaran-lembaran catatan ketentuan pun telah dilipat, dan semua perkara telah habis ditetapkan. Betapapun kesedihan Anda tidak akan mengajukan atau mengundurkan kenyataan yang akan terjadi, dan tidak pula akan menambahkan atau menguranginya.

Jangan bersedih, sebab kesedihan itu akan mendorong Anda untuk menghentikan putaran roda zaman, mengikat matahari agar tak terbit, memutar jarum jam kembali ke masa lalu, berjalan ke belakang, dan membawa air sungai kembali ke sumbernya semula.

Jangan bersedih, sebab rasa sedih itu laksana angin puyuh yang hanya akan mengacaukan arah angin, membuat air bah di mana-mana, mengubah cuaca langit, dan menghancurkan bunga-bungan nan indah yang ada di taman.

Jangan bersedih, sebab orang yang bersedih itu ibarat seorang wanita yang mengurai pintalan tenun setelah kuat pintalannya, ibarat seorang yang meniup wadah yang berlubang dan ibarat seseorang yang menulis di atas air dengan tangannya.

Jangan bersedih, sebab usia Anda yang sebenarnya adalah kebahagiaan dan ketenangan hati Anda. Oleh sebab itu, jangan habiskan usia Anda dalam kesedihan, jangan boroskan malam-malam Anda dalam kecemasan, jangan berikan menit-menit Anda untuk kegundahan, dan jangan berlebihan dalam menyia-nyiakan hidup sebab Allah tidak suka terhadap orang-orang yang berlebihan.

Berhentinya seorang mukmin dari beraktivitas adalah kelalaian. Kekosongan adalah musuh yang mematikan, dan kesenggangan adalah sebuah kemalasan. Dan kebanyakan di antara kita selalu gundah dan hidup dalam kecemasan, itu karena terlalu banyaknya waktu senggang dan sedikitnya aktivitas. Adapun manfaat yang didapatkan dari semua itu adalah hanya sekedar desas desus omong kosong yang tak berguna. Itulah keuntungan yang diraih oleh sebagian kita yang tak pernah mengerjakan amalan yang bermakna dan berbuah pahala.

Oleh sebab itu, hendaknya kita senantiasa bergerak, bekerja, mencari, membaca buku, mebaca Al-Qur’an, bertasbih, menulis, atau mengunjungi kerabat. Gunakan waktu sebaik-baiknya dan jangan biarkan ada satu menit pun yang terbuang sia-sia. Karena sehari bahkan beberapa jam saja kita tak bergerak melakukan sesuatu, niscaya kegundahan, keresahan, godaan dan bisikan setan akan mudah menyelinap dalam tubuh kita! Dan bila sudah demikian, maka kita akan menjadi lapangan permainan para setan.

MENGENDALIKAN EMOSI



Dikutip dari sebuah buku "La' Tahzan" karya fenomenal oleh Al-Qarni
 
Emosi dan perasaan akan bergolak dikarenakan dua hal; kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat. Barang siapa mampu menguasai perasaannya dalam setiap peristiwa, baik yang memilukan maupun yang menggembirakan, maka dialah orang yang sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguna keyakinan. Karena itu pula, ia akan memperoleh kebahagiaan dan kenikmatan dikarenakan keberhasilannya mengalahkan nafsu. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang senang bergembira dan berbangga diri namun ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh kesah, dan ketika mendapatkan kebaikan manusia sangat kikir. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan orang-orang khusyu’ dalam shalatnya. Itu karena merekalah orang-orang yang mampu berdiri seimbang di antara gelombang kesedihan yang keras dan dengan luapan kegembiraaan yang tinggi. Dan mereka itulah yang senantiasa akan bersyukur tatkalah mendapat kesenangan dan bersabar tatkala berada dalam kesusahan. 

Emosi yang terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung akan bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraaan, ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tak ingat lagi siapa dirinya.

Begitulah manusia, ketika tidak menyukai seseorang, ia cenderung menghardik dan mencelanya. Akibatnya, seluruh kebaikan orang yang tidak ia sukai itu tampak lenyap begitu saja. Demikian pula ketika menyukai orang lain, maka orang itu akan terus ia puja dan sanjung setinggi-tingginya seolah-olah taka da cacatnya.

Barangsiapa yang mampu menguasai emosinya, mengembalikan akalnya, dan menimbang segalanya dengan benar, maka ia akan melihat kebenaran, akan tahu jalan yang lurus dan akan menemukan hakekat.