Oleh Ustad Kholid Syamhudi, Lc
Kitab ath-thaharoh (كتاب الطهارة)
Imam Ibnu Hajar memulai kitab beliau “Bulughul Maram” dengan kitab ath-thaharoh sebagaimana para ulama lainnya dalam menulis kitab-kitab
fiqih.
Para ulama mendahulukan kitab Thaharah karena beberapa alasan, diantarnya:
* Hadits-hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seputar syiar-syiar islam
dimulai dengan sholat, lalu zakat, puasa dan haji setelah syahadatain.
Seperti disebutkan dalam hadits Abdillah bin Umar yang berbunyi:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ » .
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ » .
Rasulullah telah bersabda: Islam dibangun diatas lima rukun;
syahadatain, menegakkan sholat, menunaikan zakat, haji dan puasa
Ramadhan (Muttafaqun ‘alihi)
Disini shalat menjadi rukun pertama yang bersifat amaliyah sehingga
didahulukan dari selainnya. Namun sholat memiliki kunci yang menjadi
syarat sahnya yaitu thaharah.
Karena itu Rasulullah صلى الله عليه
وسلمbersabda:
« مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ »
Kunci pembuka shalat adalah thaharoh dan pengharamnya adalah takbir
dan pembubarnya (penutupnya) adalah taslim (baca salam). (HR at-tirmidzi
dan dishahihkan al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi).
Thaharah menjadi syarat sah sholat yang terpenting sebagaimana dijelaskan Alloh سبحانه وتعالى dalam firmanNya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ
مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا
مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَايُرِيدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ
وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-maaidah/5:6)
Nabi صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Allah tidak menerima sholat salah seorang kalian apabila berhadats hingga berwudhu.
*Thaharah adalah takhliyah (pensucian atau pengosongan), karena ia
adalah pembersihan dan pensucian. Dikatakan para ulama “at-takhliyah
qabla at-tahliyah (Pemurnian sebelum penghiasan)”.
*Thaharah adalah syarat sah shalat yang paling banyak rincian dan cabang permasalahannya. Karena itulah para ulama penulis kitab fikih mendahulukan kitab at-thaharaoh atas selainnya.
Imam ash-Shan’ani berkata: “Beliau (ibnu Hajar) memulai dengan
(kitab) thaharah karena mengikuti tata cara para penulis (buku fikih)
dan untuk mendahualukan perkara agama dari selainnya. Juga untuk
memperhatikan amalan yang terpenting, yaitu shalat. Ketika thaharah
menjadi salah satu syarat shalat, maka beliau memulai dengannya.
Kemudian ketika air adalah yang diperintahkan secara asal untuk
dijadikan alat bersuci maka beliau dahulukan juga”. (Subulus salam
1/80).
Demikian juga imam Muhammad bin Ali asy-Syaukani menjelaskan sebab
didahulukannya kitab ath-thaharah dari yang lainnya dalam penulisan
kitab fikih dengan menyatakan: “ketika kunci shalat yang merupakan tiang
agama maka para penulis kitab fikih membuka karya tulis mereka
dengannya”. (Nailul Authaar 1/23).
Pernyataan imam ibnu Hajar :
(كتاب الطهارة)
terdiri dari dua kosa kata yaitu: kata (كتاب) dan kata (الطهارة) .
1. Pengertian Kata Kitab.
Kata (كتاب) dalam bahasa arab adalah mashdar dari kata (كَتَبَ –
يَكْتُبُ – كِتَابًا وَ كِتَابَةً وَ كُتْبًا ). Susunan kata dari huruf
tiga ini memiliki pengertian kumpul atau bersatu. Diantara pengertian
ini adalah pernyataan: (اكتتب بنو فلان) apabila berkumpul dan (الكتيبة )
bermakna kumpulan kuda perang dan (الكتاب) karena berkumpulnya
kata-kata dan huruf. Dinamakan sebagai kitab karena mengumpulkan yang
diletakkan padanya. (fathulMajid tahqiq Asyraf Abdulmaqshud 1/17)
Kitab dalam istilah para ulama adalah semua yang ditulis diatas
kertas untuk disampaikan kepada orang lain atau yang ditulis untuk
menjaga dari kelupaan. Namun kata kitab juga digunakan para ulama untuk
semua yang menyatukan beberapa bab pembahasan dan fasal (lihat Taudhih
al-Ahkaam 1/113 dan Nailulauthar 1/23)
Penggunaan yang kedua inilah yang dimaksudkan dari pernyataan ibnu hajar : Kitab at-Thaharah.
2. Pengertian kata Thaharah dan Pembagiannya.
Pengertian Thaharah dalam bahasa arab memberikan pengertian
kebersihan dan kesucian dari kotoran baik yang berujud dzat (Hissiyah)
atau yang ma’nawiyah. (taudhih al-Ahkaam 1/113 dan master textbook GHDT
5083 hlm 10). Diantara kotoran yang bewujud (Hissiyah) adalah kencing
dan tinja. Sedangkan contoh yang ma’nawiyah adalah syirik dan semua
kebejatan akhlak.
Dengan demikian thaharah terbagi menjadi dua:
Pertama:
Thaharoh ma’nawiyah yang ada di kalbu, seperti dijelaskan dalam firman Alloh سبحانه وتعالى:
أُوْلاَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ
لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْي وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمُ
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati
mereka. Mereka beroleh kehinaan didunia dan diakhirat mereka beroleh
siksaan yang besar. (QS. 5:41)
Juga dalam firman-Nya:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
اْلأُوْلَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ
وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ
الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. 33:33)
Thaharah ma’nawiyah ini menjadi bagian dari ilmu aqidah.
Kedua:
Thaharah Hissiyah. Ini yang menjadi bagian dari pembahasan ilmu fikih yang menjadi tujuan penulisan kitab Bulughul Maram.
Thaharah Hissiyah. Ini yang menjadi bagian dari pembahasan ilmu fikih yang menjadi tujuan penulisan kitab Bulughul Maram.
Tentang pembagian Thaharah ini, syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menyatakan:
Thaharah dalam syariat digunakan untuk dua pengertian:
Thaharah dalam syariat digunakan untuk dua pengertian:
1. Thaharah qalbu (pensucian kalbu) dari kesyirikan dalam ibadah,
sikap benci dan permusuhan kepada hamba Allah yang mukmin. Ini lebih
penting daripada thaharah badan, bahkan tidak mungkin thaharah badan
terlaksanakan dengan adanya kotoran syirik. Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَس
Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis (QS. 9:28)
Nabi صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُ لاَ يَنْجُسُ
Sesungguhnya mukmin itu tidak najis (Muttafaqun ‘alaihi).
2. Thaharah hissiyah (thaharah badan). (Syaehu al-Mumti’ ‘Ala Zaad al-Mustaqni’ 1/25).
Thaharoh Hissiyah atau thaharah badan ini didefinisikan para ulama fikih dengan:
Thaharoh Hissiyah atau thaharah badan ini didefinisikan para ulama fikih dengan:
اِرْتِفَاعُ الحَدَثِ بِالْمَاءِ أو التُرَابِ الْمُطَهِّرَيْنِ وَ فِيْ مَعْناه وَ زَوَال النَّجَسِ
Mengangkat hadats dengan air atau debu yang mensucikan dan yang
semakna (dengan pengangkatan hadats) dengannya serta menghilangkan
najis.
Dari definisi ini ada beberapa istilah yang perlu dijelakan:
(اِرْتِفَاعُ الحَدَثِ بِالْمَاءِ أو التُرَابِ الْمُطَهِّرَيْنِ)
Hadats adalah sifat yang ada dalam badan mencegah dari shalat dan
sejenisnya yang disyaratkan padanya thaharah.
Sehingga mengangkat hadats
adalah menghilangkan sifat hukum tersebut. Mengangkat hadats ini dapat
dilakukan dengan air dan debu. Mengangkat hadats dengan menggunakan air pada wudhu dan mandi dan menggunakan debu dalam tayammum.
(وَ فِيْ مَعْناه)
maksudnya adalah bersuci yang dianjurkan namun tidak dalam rangka
mengangkat hadats seperti memperbaharui wudhu orang yang belum batal
wudhunya dan mandi-mandi sunnah.
(وَ زَوَال النَّجَسِ)
bermakna hilangnya najis. Penggunaan kalimat (hilangnya najis) lebih
umum dari kalimat menghilangkan najis (إزالة النَّجَسِ), karena kata
menghilangkan merupakan perbuatan mukallaf. Sedangkan kata hilangnya
najis bisa dengan perbuatan mukallaf dan bisa juga perbuatan yang lain,
seperti seandainya turun hujan ditanah yang terkena najis atau mengenai
pakaian yang terkena najis sehingga hilang najisnya, maka itu membuatnya
suci, sebab dalam menghilangkan najis tidak disyaratkan niyat .
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa thaharoh badan terbagi menjadi dua:
1. Thaharoh dari hadats
Thaharah dari hadats ini terbagi menjadi
dua; thaharah dari hadats kecil dengan wudhu atau penggantinya yaitu
tayammum dan thaharah dari hadats besar dengan mandi wajib atau
penggantinya yaitu tayammum.
2.Thaharah dari najis
Thaharah badan ini membutuhkan alat dan sarana yangdigunakan untuk bersuci, menghilangkan najis dan mengangkat hadats. Alat yang dijelaskan Allah sebagai alat bersuci adalah air, seperti dalam firman Alloh سبحانه وتعالى:
Thaharah badan ini membutuhkan alat dan sarana yangdigunakan untuk bersuci, menghilangkan najis dan mengangkat hadats. Alat yang dijelaskan Allah sebagai alat bersuci adalah air, seperti dalam firman Alloh سبحانه وتعالى:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ
مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا
مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَايُرِيدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ
وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-maaidah/5:6)
Karena itulah imam Ibnu hajar mengedepankan permasalahan air dalam kitab thaharah ini, dengan menyatakan:
(باب المياه)
yaitu bab tentang air.
yaitu bab tentang air.
Imam an-nawawi menjelaskan tentang urutan ini dalam pernyataan
beliau: “Para penulis kitab fikih memulai dalam kitab-kitab fikih dengan
kitab thaharah kemudian bab tentang air (باب المياه) karena
keselarasan yang indah dan mengamalkan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم
yang diriwayatkan imam al-bukhori dan Muslim dari hadits Ibnu Umar bahwa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda:
« بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ،
وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ » .
Islam dibangun diatas lima rukun; syahadatain, menegakkan sholat,
menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan (Muttafaqun ‘alihi). (disini)
Rasulullah memulai setelah iman dengan shalat, sehingga mendahulukan
sholat lebih penting menurut para penulis tersebut dalam kitab-kitab
fikih”. (al-majmu’ Syarhu al-Muhadzdzab 1/80).
3. Definisi Bab
Bab (باب) dalam bahasa arab bermakna tempat masuk kedalam sesuatu. Bab ini ada dua macam:
1. Hissiy seperti Bab al-bait (pintu Rumah) dan maknawi adalah bab
pembahasan yang merupakan kumpulan daripada fasal-fasal (sub pokok
bahasan) atau kumpulan yang khusus dari ilmu yang secara umum berisi
fasal-fasal. Hal ini dinamakan Bab karena ia menjadi tempat masuk dalam
mengenal hukum-hukum tentang air. Segala sesuatu akan baik bila
dimasuki lewat pintunya, seperti dijelaskan dalam firman Alloh سبحانه
وتعالى:
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ
الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا
اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertaqwa. Dan masuklah
ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah
agar kamu beruntung. (QS. Al-baqarah/2:189)
Inilah yang diinginkan imam Ibnu Hajar dalam pernyataan beliau diatas.
4. Definisi Air (المياه)
Al-Miyaah adalah kata dalam bentuk plurals dalam bahasa Arab berasal
dari kata (الماء) yang berarti air dan digunakan untuk jumlah air yang
sedikit atau banyak. Air sendiri adalah benda yang sudah terkenal dan
semua orang selalu membutuhkannya. Air ini beragam ditinjau dari
sumbernya; ada air laut, mata air, sungai dan lain-lain. Sehingga imam
ibnu hajar disini menyampaikannya dalam bentuk plurals karena tinjauan
jenis-jenisnya.
Syeikh Abdullah al-fauzan menjelaskan hal ini dengan menyatakan:
“Dibuat dalam bentuk jama’ walaupun isim jenis untuk menunjukkan
keanekaragaman jenis air, seperti air laut, sungai dan hujan. Ada juga
jenis air yang suci dan yang najis. Sehingga dibuat bentuk jamak karena
tinjauan ini”. (Mihatul’alaam Syarhu Bulugh al-maram 1/22).
No comments:
Post a Comment